GENERASI
RABBANI PEMELUK DUNIA
“Rabbani,” ujar Imam
Ibn Jarir Ath-thabary merangkum penafsirannya dalam Jami`ul Baya`an Ta`wili Ayil
Quran, “menggambarkan setidaknya lima keadaan pada suatu sosok.” Kelimanya: `alim, faqih, bashirun bis siyasah, bashirun bit tadbir, al-qa`im bi syu`unir
ra`iyah li yushlhu umura dinihim wa dunyahum.”
Hamba Rabbani adalah
dia yang alim. Keadannya sedang dan terus berpengetahuan dengan pembelajaran
tak kenal henti. Dia terus menggali dan mendalamkan, menghubung dan meluaskan. Sang
alim tak membeda-bedakan ilmu menjadi duniawi
dan agamawi, meski ada tingkatanyang lebih penting dan harus
didahulukan. Semuanya tetap ilmu Allah selama dibaca dengan asma-Nya dan
difaedahkan bagi kemaslahatan insan dan semesta.
Menjadi Rabbani adalah
mengalimkan diri, mengetahui tentang banyak hal, atau setidaknnya mendalami
satu bidang khusus, tetapi berwawasan luas lagi suka berbagi ilmu. Hingga
jadilah himpunan para berilmu itu titik temu. Sungguh terobosan besar biasanya
tak semata datang dari pendalaman hal-hal yang rinci, melainkan titik temu
berbagai ilmu yang pemiliknya berpikiran terbuka lagi bersemangat maju.
Dalam perumpaan Imam
Asy-Syafi`i, seorang berilmu tak cukup menjadi ahli hadits, tetapi jua menjadi
ahli fiqh. ”Qiyasnya,” menurut beliau , “sebagaimana apoteker dan dokter. Ahli hadits
dan apoteker memahami ilmu tentang segala bahan, kandungan dan racikan. Tetapi
wewenang memberi ramuan beserta takaran dan jeda waktu pemberiannya pada
penderita penyakit tertentu ada pada ahli fiqh dan dokter. Sebab ahli fiqh dan
dokter tidak hanya berpegangan pengetahuan atas bahan, kandungan dan racikan
melainkan juga mempertimbangkan keadaan tubuh, kesiagaan alat-alat tubuh,
kesadarannya, pernafasannya, denyut jantungnya, tekanan dan kekentalan
darahnya, hingga kemampuan ginjalnya.
Sifat Rabbani yang
ketiga dari uraian imam Ath-Thabary adalah bashirun
bis siyasah: melek, mengerti, dan waspada terhadap politik. Pertama-tama,
memahami agar hamba-hamba yang alim lagi fiqh tidak terbudak kuasa kejahatan.
Politik menyentuh sebagai sisi dan segi yang amat luas dalam kehidupan
bermsyarakat semua insan. Maka sungguh penguasa dunia politik yang berhasil
mengecoh ahli ilmu nan lugu untuk membantunya berbuat aniaya dan mungkar, akan
jadi tebaran kerusakan yang sukar ditanggulangi.
Selanjutnya, seorang Rabbani
mrnggunakan dan mendukung siyasah untuk, seperti sayyidina Abu Bakar, membuat
masjid yan mampu menundukkan pasar. Juga seperti ujar sayyidina `Umar, untuk
menguatkan orang mulia dan melemahkan orang durjana. Pun seperti arah sayyidina
`Usman, untuk memperlihatkan dengan nyata mana yang benar-benar baik dan
manakah yang benar-benar buruk. Dan seperti wanti-wanti sayyidina `Ali, agar
kejahatan yang tertata dengan baik tidak mengalahkan kebajikan yang karut-marut.
Sifat hamba Rabbani yang
ke empat, bashirun bit-tadbir: melek
mengerti dan melaksanakan manajemen. Para ahli ilmu hendaknya memahami
pengelolaan sumber daya dari perencanaan, penataan, pelaksanan, pengendalian,
timbal balik, hingga perbaikannya. Juga agar dijalan perjuangan mereka memahami
bagaimana mengolah hati dari sosok yang penuh potensi.
Terakhir sifat kelima
dari hamba Rabbani menurut imam Ath-Thabary adalah al-qa`im bi syu`unir ra`iyah li yushlhu umura dinihim wa dunyahum.
Ia bermakna bahwa hamba yang dianugerahi sifat mulia oleh Sang Pencipta, harus
giat terlibat menegakkan urusan-urusan kerakyatan untuk memperbaiki perkara
agama juga dunia mereka.
[Lapis-lapis keberkahan – Salim A.
Fillah]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar