Sabtu, 02 April 2016


GENERASI RABBANI PEMELUK DUNIA


“Rabbani,” ujar Imam Ibn Jarir Ath-thabary merangkum penafsirannya dalam Jami`ul Baya`an Ta`wili Ayil Quran, “menggambarkan setidaknya lima keadaan pada suatu  sosok.” Kelimanya: `alim, faqih, bashirun bis siyasah, bashirun bit tadbir, al-qa`im bi syu`unir ra`iyah li yushlhu umura dinihim wa dunyahum.”
Hamba Rabbani adalah dia yang alim. Keadannya sedang dan terus berpengetahuan dengan pembelajaran tak kenal henti. Dia terus menggali dan mendalamkan, menghubung dan meluaskan. Sang alim tak membeda-bedakan ilmu menjadi duniawi  dan agamawi, meski ada tingkatanyang lebih penting dan harus didahulukan. Semuanya tetap ilmu Allah selama dibaca dengan asma-Nya dan difaedahkan bagi kemaslahatan insan dan semesta.
Menjadi Rabbani adalah mengalimkan diri, mengetahui tentang banyak hal, atau setidaknnya mendalami satu bidang khusus, tetapi berwawasan luas lagi suka berbagi ilmu. Hingga jadilah himpunan para berilmu itu titik temu. Sungguh terobosan besar biasanya tak semata datang dari pendalaman hal-hal yang rinci, melainkan titik temu berbagai ilmu yang pemiliknya berpikiran terbuka lagi bersemangat maju.
Dalam perumpaan Imam Asy-Syafi`i, seorang berilmu tak cukup menjadi ahli hadits, tetapi jua menjadi ahli fiqh. ”Qiyasnya,” menurut beliau , “sebagaimana apoteker dan dokter. Ahli hadits dan apoteker memahami ilmu tentang segala bahan, kandungan dan racikan. Tetapi wewenang memberi ramuan beserta takaran dan jeda waktu pemberiannya pada penderita penyakit tertentu ada pada ahli fiqh dan dokter. Sebab ahli fiqh dan dokter tidak hanya berpegangan pengetahuan atas bahan, kandungan dan racikan melainkan juga mempertimbangkan keadaan tubuh, kesiagaan alat-alat tubuh, kesadarannya, pernafasannya, denyut jantungnya, tekanan dan kekentalan darahnya, hingga kemampuan ginjalnya.
Sifat Rabbani yang ketiga dari uraian imam Ath-Thabary adalah bashirun bis siyasah: melek, mengerti, dan waspada terhadap politik. Pertama-tama, memahami agar hamba-hamba yang alim lagi fiqh tidak terbudak kuasa kejahatan. Politik menyentuh sebagai sisi dan segi yang amat luas dalam kehidupan bermsyarakat semua insan. Maka sungguh penguasa dunia politik yang berhasil mengecoh ahli ilmu nan lugu untuk membantunya berbuat aniaya dan mungkar, akan jadi tebaran kerusakan yang sukar ditanggulangi.
Selanjutnya, seorang Rabbani mrnggunakan dan mendukung siyasah untuk, seperti sayyidina Abu Bakar, membuat masjid yan mampu menundukkan pasar. Juga seperti ujar sayyidina `Umar, untuk menguatkan orang mulia dan melemahkan orang durjana. Pun seperti arah sayyidina `Usman, untuk memperlihatkan dengan nyata mana yang benar-benar baik dan manakah yang benar-benar buruk. Dan seperti wanti-wanti sayyidina `Ali, agar kejahatan yang tertata dengan baik tidak mengalahkan kebajikan yang karut-marut.
Sifat hamba Rabbani yang ke empat, bashirun bit-tadbir: melek mengerti dan melaksanakan manajemen. Para ahli ilmu hendaknya memahami pengelolaan sumber daya dari perencanaan, penataan, pelaksanan, pengendalian, timbal balik, hingga perbaikannya. Juga agar dijalan perjuangan mereka memahami bagaimana mengolah hati dari sosok yang penuh potensi.
Terakhir sifat kelima dari hamba Rabbani menurut imam Ath-Thabary adalah al-qa`im bi syu`unir ra`iyah li yushlhu umura dinihim wa dunyahum. Ia bermakna bahwa hamba yang dianugerahi sifat mulia oleh Sang Pencipta, harus giat terlibat menegakkan urusan-urusan kerakyatan untuk memperbaiki perkara agama juga dunia mereka.
[Lapis-lapis keberkahan – Salim A. Fillah]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar